+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

SAKIT BERKEPANJANGAN

SAKIT BERKEPANJANGAN

Saudara, Ibuku kena stroke pada tahun 2000, dan meninggal pada tahun 2022, jadi menderita kelemahan tubuh selama 22 tahun. Di tahun-tahun awal karena dapat diobati dengan cepat, Ibu tetap bisa berjalan namun tertatih dan mesti digandeng supaya tidak ambruk. Bahkan Ibu sempat tinggal di rumah adiknya hampir 5 tahun di Banyumanik yang lahannya hampir 3.000 meter dan udaranya sangat segar. Kami setiap liburan datang ke Semarang menengok Ibu dan dia senang sekali melihat anak, menantu dan cucu-cucunya datang, namun Ibu akhirnya balik ke Jakarta di tahun 2018 dan tinggal di rumah adik di Serpong.

Di sini adik mengajak ke gereja ikut kebaktian Minggu dan di hari Kamis ikut Komisi Usia Indah, dengan duduk di kursi roda, dan rekan-rekan di gereja senang sekali menyambutnya, ini meningkatkan optimisme harapan pemulihan yang besar dan badannya tidak semakin lemas. 

Hingga memasuki masa covid di bulan Maret 2020. Semua tempat ibadah mesti tutup dan digantikan secara online. Ibu tidak bisa lagi ke gereja bertemu teman-teman seusianya yang mungkin datang memakai kursi roda, dan tidak ada ibadah secara langsung berkepanjangan. Bagi orang tua tidaklah nyaman ikut kebaktian secara online karena suasana gereja tidak bisa dinikmati lagi, belum lagi sering gangguan sinyal dan online terhenti. Mulailah kondisi Ibu drop, badan mulai semakin lemas, dan akhirnya hanya berbaring di ranjang ditemani suster.

Memang kami yang tinggal di Jakarta setiap akhir pekan dan liburan datang menengok Ibu, membawakan makanan kesukaannya, terutama Bacang dan Getuk Lindri, juga pampers untuk dewasa yang mesti dipakai sepanjang hari. Semakin lama seleranya makin menurun dan lebih banyak tidurnya. Bertepatan dengan Natal, Imlek dan hari ulang tahun Ibu, kami semua, anak, menantu dan cucu selalu datang merayakannya dan foto bersama. Tetapi saat-saat yang membuatnya bahagia ini semakin tidak bisa dinikmatinya. Malahan akhirnya sering mengigau ke suster agar ingin cepat-cepat bertemu almarhum suaminya.

Memang menyedihkan kehidupan akhir seorang tua yang kena penyakit berkepanjangan. Obat-obat dokter sudah tidak bisa lagi diberikan, karena akan menimbulkan akibat sampingan  ke organ-organ tubuh lainnya yang makin uzur. Kunjungan atau besuk dari Pak Pendeta juga tidaklah mungkin setiap bulan, teman-temannya di Komisi Usia Lanjut juga ada kendala untuk datang karena dilarang oleh keluarganya karena covid.

Akhirnya saat kesadaran Ibu sering hilang, kami datang dan membacakan Mazmur 23 yang diulang-ulang, terutama ayat 4:  “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” 

Saudara, kalau Pak Pendeta  datang untuk melayani Perjamuan Kudus juga membacakan Mazmur 23. Sesungguhnya Mazmur tersebut mengingatkan kita bahwa Sang Gembala Agung, Tuhan Yesus Kristus adalah Allah Gunung dan Allah Lembah. Dia beserta dengan kita di sepanjang perjalanan hidup, baik ketika berjalan melewati gunung atau ketika berjalan melewati lembah.

Hingga suatu ketika kondisi Ibu demikian drop, nyaris hilang kesadaran, kami berkumpul semua, dan kami membisikkan selamat jalan bagi Ibu. Di ruang ICU salah satu RS aku pernah membaca SOP RS tentang pasien dalam kondisi terminal akhir, yakni terjadi penurunan fungsi berbagai sistem dalam tubuh manusia, dari saraf, jantung dan pembuluh darah, pernapasan, hingga otot. Ini dimulai dari ujung jari kaki, naik ke kaki, dengkul, paha, tubuh sebelah bawah dan pelan-pelan ke tubuh bagian atas. Masih bisa bernafas, tapi kesadaran hilang. Nah hebatnya manusia ciptaan Tuhan, meski semua fungsi tubuh melemah, tapi fungsi pendengaran masih berfungsi. 

Saat kami membisikkan kata-kata akhir ke telinga Ibu, matanya yang tertutup masih ada reaksi mengeluarkan air mata.Hingga akhirnya kami disadarkan Tuhan bahwa Ibu tidak bisa melewati hari Jumat minggu ini. Suster dan istri adik berjaga semalaman di hari Kamis, Jumat pagi Ibu masih bernafas sangat pelan, namun Jumat siang nafasnya selesai dan rohnya boleh kembali ke Rumah Tuhan Yesus dengan kondisi pulih sehat.

Kami mendampingi Ibu selama 22 tahun sejak stroke pertama. Kondisi tubuh semakin menurun, tapi dia merasa bahagia bila tetap diingat dan dikasihi oleh menantu dan anak-anaknya, apalagi cucunya bisa datang menyapanya.  Jadi orang sakit berkepanjangan hanya butuh perhatian dan kehadiran dari orang-orang yang dikasihinya. 

Dalam kondisi kritis, memang pasien sepertinya sudah tidak berdaya, mata tertutup terus, tapi jangan lupa, indera pendengaran masih bisa mengirimkan sinyal  pesan ke otak, dan dia tahu peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. 

Saudaraku, karena itu janganlah pasien dalam kondisi terminal akhir malahan menjadi gundah karena  mendengar anak-anaknya yang tidak akur tentang warisan atau siapa yang akan menanggung biaya perawatannya. (Surhert).

Leave a Reply