+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

Bak Kota yang ROBOH TEMBOKNYA

Bak Kota yang ROBOH TEMBOKNYA

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Semoga kita diberi kesabaran dan ketrampilan mengelola emosi sehingga kita tidak menjadi pemarah. Setiap senja, sangat bijak kita berdoa, “Bapa, bersama dengan tenggelamnya matahari di ufuk Barat, redakanlah kekecewaan dan amarah di hati saya. Buatlah saya menjadi lebih sabar, sehingga saya dapat menikmati sukacita dan damai sejahtera.”

Sekarang, coba kita perhatikan sekitar kita, sering yang menjadi penyebab timbulnya masalah atau persoalan di dalam kehidupan sehari-hari adalah ketidakmampuan orang untuk mengendalikan diri. Kita kurang terampil dalam mengelola emosi.  Karena tak bisa mengendalikan diri, meledaklah amarah, akhirnya memicu terjadinya perselisihan, pertengkaran, bahkan bisa memuncak terjadi pembunuhan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia emosi berarti: 1. Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2. Keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti: kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif; 3. Marah;

Alkitab menceritakan satu kasus, orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya, orang yang kurang terampil mengelola emosinya.  Kain tega membunuh adiknya sendiri, Habel.  Padahal Tuhan sudah menegur Kain agar tidak panas hati, tapi Kain tak mampu mengendalikan dirinya sehingga terjadilah tindak kejahatan pembunuhan pertama di dunia. 

Salomo yang penuh hikmat, jauh hari sudah mengingatkan kita bahwa orang yang tak dapat mengendalikan diri itu digambarkan bak kota yang sudah roboh temboknya, “Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.” (Amsal 25:28).

Pengendalian diri itu seperti tembok perlindungan!  Pada zaman dahulu setiap negara atau kota pasti memiliki tembok luar yang kokoh.  Tembok tersebut berfungsi sebagai pagar dan juga perlindungan bagi kota dan penduduknya supaya terluput dari serangan musuh. 

Saudara, dalam situasi aman dan nyaman mungkin orang dapat mengendalikan dirinya dengan baik, tetapi ketika situasinya sedang tidak baik dan tidak seperti yang diharapkan, orang-orang yang awalnya dikenal begitu sabar, kalem atau lemah lembut, secara drastis bisa berubah menjadi orang yang sangat emosional, amarahnya meledak-ledak.  Oleh sebab itu Tuhan memperingatkan murid-murid-Nya saat berdoa di taman Getsemani,  “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” (Matius 26:41)

Seringkali kita menjadi begitu emosional, marah tak terkendali, bukan karena masalah yang kita hadapi terlalu besar, namun karena kita tidak dapat mengendalikan diri sendiri.  Cara yang tepat untuk bisa mengendalikan diri adalah menyediakan lebih banyak waktu  untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan.  Dengan berdoa kita akan menjadi tenang dan berada dalam pimpinan Roh Tuhan, sehingga perkataan dan perbuatan kita terkontrol. Selain itu teruslah berlatih untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola emosi kita. Ingatlah! Saudara tidak dapat mengobati dirimu  sendiri dengan cara melukai orang lain. Sue Fitzmaurice (Penulis buku “Angel in the Architecture”) berkata, “Mengendalikan emosi bukan berarti saudara tidak boleh berekspresi; tetapi berarti saudara berhenti menyakiti orang lain dan menyabotase diri sendiri.” GBU & Fam. Better days are coming. (pg).  

Leave a Reply